TEBING TINGGI - Evi Novilawati ( 38 ) warga lingkungan III Kelurahan Rantau Laban Kecamatan Rambutan Tebing Tinggi yakni tetangga pengusaha barang bekas ( Botot ) dan Penggilingan Plasitik komplen atas usaha yang didirikan Johan alias Awi. Keberatan warga tersebut digelar mediasi perdamaian diaula kantor Lurah Rantau Laban, Jalan Yos Sudarso Tebing Tinggi, Senin (3/2/2025).
Turut hadir dalam Mediasi itu, Dinas Lingkungan Hidup Syaputra dan staf, Kabid Perda Satpol PP Raja A Hasibuan dan jajarannya, PUPR Tebing Tinggi Bidang RTRW Vera Sitompul, DMPPTSP (Perijinan) Azhari, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Dias, Sertu Sutrisno (BHABINSA) dan Lurah Rantau Laban Ahmad Fauzi SE selaku tuan rumah.
Dalam mediasi yang dibuka oleh Lurah Rantau Laban Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi, meminta agar mediasi ini menemukan titik damai dan menghasilkan keputusan yang baik, sebab persoalan ini hanya memerlukan hati yang ihklas.
Kuasa Hukum Johan Alias Awi yakni Herman, SH dan Rekan menjelaskan semua yang diminta oleh Dinas yang terkait soal usaha Kliennya menyerahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Dan terkait adanya tuntutan yang diminta kepada Kliennya yang diajukan pihak Evi melalui Kuasa Hukumnya tidak akan mengganti kerugian apapun alias menolak segala tuntutan.
” saya selaku kuasa hukum mediasi menjelaskan, bahwa apa yang menjadi tuntutan ibu Evi tadi Klien kami tidak mau mengganti kerugian apapun, dan segala sesuatunya itu menjadi urusan ibu Evi,” jelas Herman SH.
Mendengar penolakkan itu, Kuasa Hukum Evi Novilawati yakni Saptha Nugraha Isa, S.H menyebutkan, tuntutan yang diminta Kliennya adalah hal yang wajar, termasuk mengganti kerugian pemakaian air PDAM yang telah dipakai Johan alias Awi. Kemudian meminta pengusaha mengurung anjing peliharaannya waktu siang hari dan mengganti Plafon rumah yang rusak akibat hama tikus yang dihasilkan dari barang bekas milik johan.
“ atas nama klien, saya menyampaikan bahwa apa yang dituntut ibu evi adalah permintaan yang wajar dan dirasa tidak memberatkan, tetapi mediasi tadi, pihak johan tidak hadir melainkan kuasa hukumya yang hadir, kami menilai pihak johan tidak mempunyai etikat baik dalam menyelesaikan persoalan Klien kami, apalagi usaha botot membuat kumuh kawasan perumahan dilingkungan 3 tempat klien kami tinggal, dan media bisa datang melihat lokasi disana,” kata Saptha SH.
Kemudian kata kuasa Hukum Evi, usaha yang didirikan saudara johan alias awi harus segera ditutup, sebab menurut kami, usaha tersebut melanggar Peraturan Daerah No. 4 tahun 2013 tentang RTRW Tebing Tinggi, dan terang saja kami akan menyurati DPRD Tebing Tinggi miminta agar prodak hukumnya harus berjalan tanpa ada hambatan apapun, dan apa yang dilakukan pengusaha botot tidak diperbolehkan mendirikan usaha industri.
Tambahnya lagi, menurut Perda No 4 Tahun 2013 Tentang RTRW menyebutkan usaha Johan alias Awi tidak memiliki dasar yang kuat atas berdirinya usaha itu. Walau pun memiliki Online Single Submission ( OSS ) yang diperoleh dengan cara daring melalui aplikasi, tetapi secara RTRW tidak diperbolehkan membangun atau mendirikan indutri dikawasan Perumahan.
Menurutnya, hal itu tertuang dalam Pasal 61 Huruf C yang menyebutkan kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi untuk kegiatan industri besar dan industri sedang dan kegiatan lainnya yang mengakibatkan terganggunya kegiatan perumahan .
” untuk itu kami meminta, DPRD Tebing Tinggi turun tangan saoal ini, dan Pemerintah Daerah melalui Sat Pol PP Tebing Tinggi yang notabene penegak perda harus menyegel usaha botot milik saudara Johan alias Awi, dan pihak Perijinan harus dicabut ijin OSSnya serta tutup usahanya, dan jelas itu melanggar ketentuan,” pinta Saptha.
Hal senada yang disampaikan Bidang RTRW Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ( PUPR ) Tebing Tinggi Vera Sitompul, bahwa lokasi usaha barang bekas ( Botot ) dan Pengilingan Plastik tidak diperbolehkan, sebab kawasan tersebut adalah kasawan perumahan kepadatan sedang.
“ menurut lokasi daerah itu, kami melihat kawasannya adalah kawasan perumahan dengan kepadatan sedang, sebab itu, menurut perda no.4 tahun 2013 melarang industri apapun apalagi tingkat kepadatan perumuhan adalah kepadatan sedang, “ jelas Vera .
Sedangkan keterangan dari dari Bidang Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup Syahputra menyebutkan, pihaknya sudah dua kali ke usaha tersebut, dan menemukan beberapa yang kurang menurut PP 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“ kami sudah dua kali melakukan pengawasan kelokasi usaha itu, memang ada yang kurang, dan kami telah meminta agar pengusaha melakukan perbaikan,” ucap Putra.
Tambahnya, kami kemaren juga melihat drainasenya kurang dalam dan sangat dangkal, lalu soal mesing penggiling harus melakukan test kebisingan dari leb yang bersertifikat dan segera dilaporkan ke DLH agar bisa menjadi laporan kami," Tutupnya.
(NURAIN)