Batu Bara, Sumut - Untung tak dapat diraih, rugi sudah pasti itulah yang dialami Ponirin warga Tebingtinggi, pemilik lahan di Dusun Satu(I) Desa Kualatanjung kecamatan Sei Suka Kabupaten BatuBara yang dirusak dan di klaim secara sepihak oleh oknum Polwan, Atas lahan yang dibelinya dari Cipto Darminto pada tahun 2010.
Lahan yang sudah 10 tahun dikelolanya, dengan tanaman sawit diatas nya sebanyak kurang lebih 400 pohon dan selama menguasai lahan tersebut sudah puluhan tahun tidak pernah ada konflik perbatasan antara Ponirin dan Alfonso Simanjuntak yang tak lain adalah orang tua dari Oknum Polwan Marisa.
Namun pada bulan April 2020, Marisa Simanjuntak bersama suami dan sekelompok orang datang membawa alat berat (excavator) dan merusak tanaman sawit di lahan yang semua warga setempat tau kalau itu adalah milik Ponirin.Tindakan pengrusakan itu dilaporkan Ponirin pada Polres Batubara, pihak Polres Batubara pun kemudian memetakan permasalahan dan memasang police line agar tempat kejadian perkara di sterilkan.
Namun orang yang mengatakan dapat kuasa untuk menjaga lahan tersebut dari Marisa Simanjuntak malah memasang plang merek di areal tanah yang telah dipasang police line itu .Meski demikian dan pihak Polres Batu Bara, setelah 6 hari Ponirin melapor ke Polres Batu Bara, Marisa balik melaporkan Ponirin tentang pemalsuan surat tanah di Polda Sumatera Utara (Poldasu).
Sejak dipasangnya PoliceLine di lahannya, Ponirin tidak bisa memanen Tandan Buah Segar (TBS) dilahan miliknya, Ponirin yang bertahun tahun mengelola lahan sawit itu merasa heran dan bingung terkait kepastian hukum yang telah di upayakan nya ke Polres BatuBara sampai dia di panggil ke Polda Sumut atas laporan oknum Polwan Marisa .
"Saat ini saya tidak ada hasil lagi, lahan yang selama ini bisa menopang kebutuhan keluarga saya, tak bisa kami panen TBS nya, di situasi Covid-19 ini cari kerja susah, akhirnya saya utang sana sini untuk bisa menopang kehidupan saya bayar sekolah anak sudah tertunda, kadang anak ngomong ke saya nangis bila ditagih oleh pihak sekolah" .
Masalah ini sudah jalan 11 bulan sejak laporan polisi 12 Maret 2020 lalu dengan LP/ 154/IV/2020/SU/Res Batubara tidak ada kepastian hukum atas laporan nya, Bukti Vidio lengkap, sudah sampai ke Kapolri, DPR RI, dan Sudah sampai RDP komisi A DPRD Sumut dengan Pihak Poldasu Polres Betubara namun sampai saat ini tidak ada titik terang.
"Kita ngadu pada Polisi agar urusan bisa cepat selesai, namun urusan tak ada titik terang, untung tak dapat kita raih rugi sudah pasti" ungkap Ponirin kepada Media .
Lanjut nya "Kami orang kecil, yang saat ini merasa di zolimi oleh oknum Polisi, dia orang punya pangkat kita orang biasa, kalau bukan bapak Kapoldasu dan bapak Kapolri, siapa lagi orang yang bisa bantu orang yang terzolimi hukum" ungkap Ponirin saat di temui disebuah warung nasi daerah kota Tebingtinggi, Selasa (23/03/2021).
Penelusuran awak media terkait permasalahan tersebut ke pihak Polda Sumut dan Polres Batubara tidak ada titik terang komentar kepastian hukum dari institusi itu .
Kabidhumas Polda Sumut Kombes pol Hadi Wahyudi saat di konfirmasi via WhatsApp mengarahkan awak media ke Polres BatuBara, sementara Kasatreskrim Polres BatuBara tidak ingin berkomentar sebab sudah melimpah kan berkas perkara tersebut ke Mapolda Sumut.
"Silahkan konfirmasi ke Kasi humas Batubara ya.." pesan Kabidhumas Polda Sumut 09 Maret 2021 .
Sementara Kasatreskrim polres BatuBara saat di samperin awak media 15 maret nya menyampaikan .
" tidak bisa berkomentar karena permasalahan tersebut sudah kita limpahkan ke Polda Sumut" .
Menanggapi permasalahan yang dialami Ponirin, pengamat kepolisian Sumatera Utara Helmy Hidhayat S.H,M.H menyangkan sikap oknum polisi yang memakai cara BARBAR melakukan pengrusakan milik orang lain, hal itu menunjukan bahwa di tubuh Polri belum sepenuhnya berubah.
"Pengrusakan lahan yang diduga otak pelakunya adalah oknum polisi, menjadi tamparan keras bagi Institusi Polri bahwa masih banyak oknum-oknum polisi yang melakukan kekerasan terhadap rakyat.
"Seorang Polisi walau berpangkat apapun, dia wajib mengerti aturan hukum, dan mereka harus menjadi tauladan bagi masyarakat, saat berproses hukum, contohnya bila MS merasa lahan itu miliknya yang dikuasai oleh Ponirin, ada langkah-langkah persuasip yang bisa dia lakukan dengan melayangkan surat somasi pada Ponirin sehingga nantinya bisa di mediasi dan bermufakat, apabila Ponirin tidak menanggapi, barulah di laporkan pada penegak hukum sesuai bukti yang di miliki.
"Tindakan dengan tiba-tiba melakukan pengrusakan lahan milik orang lain, itu perbuatan tidak ber etika, itu tindakan BARBAR yang tidak dapat di benarkan, apalagi dia oknum polisi yang ngerti hukum, kok berbuat seperti itu" jelasnya.
Lambannya proses hukum atas laporan Ponirin, diduga akibat ada keterlibatan pihak-pihak terkait dalam masalah itu, sehingga laporan Ponirin terabaikan, saya menduga persoalan ini sudah dirancang sedini mungkin, rekayasa pun di mainkan agar persoalan menjadi kabur.
Seharusnya, langka awal yang dilakukan olek kepolisian atas laporan Ponirin, periksa Supir Exsavator sebab dia pelaku utama, setelah mendapat keterangan dari pelaku, nanti semua akan terjawab pada BAP.
Ponirin melapor di Polres Batu Bara, bahwa pohon sawitnya dirusak, maka yang merusak siapa, pakai apa, siapa saja yang ikut merusak, itu yang harus diproses, masak orang lapor ada pengruskan pohon sawit, kasusnya bisa diambil alih Poldasu, tanda kutif ada apa ini,ucap Helmy mengahiri. (R01*)