F-Serbundo gelar Kongres ke-II yang berlangsung mulai Selasa (15/12) sampai Rabu (16/12) di Grand Antares Hotel, Medan.
Dalam sambutannya mewakili panitia, Loren Aritonang menjelaskan, kongres ini bertujuan untuk memilih pengurus yang baru, dengan harapan mereka bisa membawa lembaga ini lebih maju lagi sampai ke level internasional.
“Peserta kongres, selain dari Sumatra Utara, juga dari Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur. Dari Bengkulu berhalangan hadir,” jelasnya, saat pembukaan kongres hari ini.
Dalam arahannya, Ketua Umum DPP Serbundo Herwin Nasution mengatakan, gerakan buruh saat ini harus lebih mengedepankan kajian-kajian ilmiah dan lebih fleksibel dalam hal menata kerjasama dengan berbagai pihak, sehingga tidak lagi mengandalkan otot belaka.
“Akan lebih strategis gerakan buruh lebih kepada kajian berdasarkan data. Sehingga tujuannya akan lebih mudah tersampaikan. Serbundo ke depannya diharapkan lebih fleksibel sesuai dengan konteks saat ini,” kata Herwin.
Terbaik
Herwin meminta agar kongres ini memilih pengurus yang terbaik dan berjalan mengikuti protokol kesehatan.
Hadir di pembukaan kongres, antara lain AKBP Jonson Marudut Hasibuan (Wadirintelkam) mewakili Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin.
Dandim 01/02 BS Letkol Inf Agus Setiandar mewakili Pangdam I/BB Mayjed Hasanuddin dan juga mewakili Kepala Pengadilan Negeri Medan dan perwakilan sejumlah perusahaan sawit. salah satunya Wilmar Grup.
Di pembukaan kongres juga digelar seminar ketenagakerjaan yang menghadirkan sejumlah pembicara. Antara lain Minggu Saragih (Hakim PHI Medan) Saurlin Siagian (aktivis lingkungan) dan Misran Lubis (akademisi-aktivis).
Dalam paparannya, Minggu yang membahas soal UU No 13/2003 dengan UU Cipta Kerja mengatakan, kedua regulasi ini memang ada perbedaan tidak begitu besar.
“Tidak benar jika disebut-sebut UU Cipta Kerja menghapus hak-hak dasar buruh. Misalnya soal pesangon dan PHK. Hal itu juga diatur dalam UU Cipta Kerja. Namun memang ada beberapa poin yang belum tuntas karena menunggu peraturan pemerintah. Sementara ini, khusus untuk poin-poin itu bisa digunakan UU No 13/2003,” katanya.