Anggota DPRD Kota Medan Hendrik Halomoan Sitompul MM, Senin (06/05/2019) di Medan, menegaskan persoalan sampah di Kota Medan harus ditangani dengan serius dan menjadi prioritas bagi dinas terkait. Ini menjadi suatu keharusan karena sampah adalah produk masyarakat dalam keseharian.
Sampah tetap menjadi persoalan, jika tidak ditangani secara serius dan berkesinambungan. Sehari saja sampah tidak diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA), maka konsekuensinya sampah akan menumpuk dan mengganggu pemandangan. Jika seminggu tidak diangkut, tentu bisa kita perhitungkan, besarnya volume sampah tersebut.
Dampak lainnya dari gundukan sampah, selain menimbulkan pemandangan tak indah, juga kenyamanan dan kesehatan warga akan terganggu, kata politisi Partai Demokrat ini.
Dikatakannya, persoalan sampah dan penangananya akan semakin berpolemik, dengan kurangnya kesadaran masyarakat Medan membuang sampah. Sampah dibuang sembarangan. Sungai dan parit dijadikan tong sampah besar. Kondisi ini tentu semakin miris, sehingga Kota Medan beberapa tahun belakangan ini, gagal meraih Piala Adipura.
“Hal ini tentu menguras energi Walikota Medan dalam mencari solusi tata kelola penanganan sampah di seluruh kecamatan. Pemko Medan akhirnya melimpahkan kewenangan penanganan sampah dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan ke kecamatan”, ujarnya.
Namun, lanjutnya, pelimpahan kewenangan penanganan sampah kepada masing-masing camat, ternyata belum memberikan solusi yang jitu dalam penanganan sampah di seluruh wilayah Kota Medan. Bahkan pengalihan manajemen penanganan sampah ke kecamatan menjadi persoalan baru. Sampah selalu diangkut terlambat oleh petugas kecamatan. Kendalanya masih berkutak pada kesiapan alat-alat pengangkut, dan biaya operasional pengelolaan sampah. Kecamatan dipastikan tidak memiliki kesiapan uang tunai untuk biaya operasional. Sementara retribusi sampah masih dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Peran aktif camat untuk meningkatkan kinerja lurah dan kepala lingkungan (kepling) menjadi tumpuan untuk menangani persoalan sampah di setiap lingkungan. Peran aktif lurah dan kepling akan bermuara kepada membangun kepedulian masyarakat terhadap penanganan sampah. “Penanganan sampah pun diharapkan bisa berkualitas dan komprehensif dan terpadu mulai dari hulu ke hilir,” ungkapnya.
Namun, dinilai kurang efektif kebijakan baru dibuat. Tahun 2019 pengelolaan sampah yang selama ini dibawah wewenang kecamatan dan kelurahan, telah diambil alih oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota.
Sampah tetap menjadi persoalan, jika tidak ditangani secara serius dan berkesinambungan. Sehari saja sampah tidak diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA), maka konsekuensinya sampah akan menumpuk dan mengganggu pemandangan. Jika seminggu tidak diangkut, tentu bisa kita perhitungkan, besarnya volume sampah tersebut.
Dampak lainnya dari gundukan sampah, selain menimbulkan pemandangan tak indah, juga kenyamanan dan kesehatan warga akan terganggu, kata politisi Partai Demokrat ini.
Dikatakannya, persoalan sampah dan penangananya akan semakin berpolemik, dengan kurangnya kesadaran masyarakat Medan membuang sampah. Sampah dibuang sembarangan. Sungai dan parit dijadikan tong sampah besar. Kondisi ini tentu semakin miris, sehingga Kota Medan beberapa tahun belakangan ini, gagal meraih Piala Adipura.
“Hal ini tentu menguras energi Walikota Medan dalam mencari solusi tata kelola penanganan sampah di seluruh kecamatan. Pemko Medan akhirnya melimpahkan kewenangan penanganan sampah dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan ke kecamatan”, ujarnya.
Namun, lanjutnya, pelimpahan kewenangan penanganan sampah kepada masing-masing camat, ternyata belum memberikan solusi yang jitu dalam penanganan sampah di seluruh wilayah Kota Medan. Bahkan pengalihan manajemen penanganan sampah ke kecamatan menjadi persoalan baru. Sampah selalu diangkut terlambat oleh petugas kecamatan. Kendalanya masih berkutak pada kesiapan alat-alat pengangkut, dan biaya operasional pengelolaan sampah. Kecamatan dipastikan tidak memiliki kesiapan uang tunai untuk biaya operasional. Sementara retribusi sampah masih dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Peran aktif camat untuk meningkatkan kinerja lurah dan kepala lingkungan (kepling) menjadi tumpuan untuk menangani persoalan sampah di setiap lingkungan. Peran aktif lurah dan kepling akan bermuara kepada membangun kepedulian masyarakat terhadap penanganan sampah. “Penanganan sampah pun diharapkan bisa berkualitas dan komprehensif dan terpadu mulai dari hulu ke hilir,” ungkapnya.
Namun, dinilai kurang efektif kebijakan baru dibuat. Tahun 2019 pengelolaan sampah yang selama ini dibawah wewenang kecamatan dan kelurahan, telah diambil alih oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota.