Wakil Ketua DPRD Medan H Ikhwan Ritonga SE mengatakan, dana bagi hasil (DBH) dari Pemrov Sumut yang tertunda pengucurannya pernah mengganggu pembangunan Kota Medan. Pasalnya, Pemprov Sumut belum melakukan pembayaran. Kalaupun dibayar tapi dengan cara menyicil.
“Sumber PAD kita selain dari pajak, ada juga dari pemerintah pusat seperti DAK dan DAU. Sedangkan dari Pemrov Sumut ada BDB dan DBH. Estimasi besaran yang akan ditagih Pemko Medan sudah dimasukkan dalam mata anggaran APBD,” kata Politisi P Gerindra ini kepada wartawan, Senin (6/5/2019).
Sehingga kata Ikhwan, jika DBH tersebut batal dibayar Pemrov Sumut, maka pembangunan jadi terganggu. Kondisi itu pernah dialami oleh Pemko Medan, tapi tidak begitu fatal. Hanya pihak ketiga (rekanan) yang terlambat menerima bayaran hasil pekerjaan proyek dari pemko. Tapi DBH itu tidak hilang, meski belum dibayarkan tetap menjadi piutang pemko.
Selama ini, lanjut Ikhwan, dana DBH digunakan pemko untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan drainase. Maka ketika pembayaran DBH tidak lancar yang terganggu adalah pihak rekanan. “Tapi itu masa lalu, karena Gubsu Edy Rahmayadi berjanji akan melunasi hutang DBH kepada daerah. Makanya APBD Pemrovsu sekarang kebanyakan habis membayar hutang,” terangnya.
Dia mengakui, jika ada permasalahan DBH, pemko tidak pernah berkordinasi dengan dewan. Karena pemko merasa mampu melakukan lobi-lobi ke pemprov tanpa melibatkan dewan. Tapi itu terserah pemko, karena masih mampu menagih meski akhirnya Pemrov Sumut hanya membayarnya secara menyicil.
Padahal menurut Ikhwan, jika melibatkan dewan pasti persoalannya tidak serumit yang terjadi selama ini. Karena pendekatan secara politik akan lebih baik.
“Tidak seperti selama ini, di tahun berjalan Pemprov Sumut membayar DBH tahun berjalan dengan menyicil. Padahal cicilan tagihan dua tahun sebelumnya belum dilunaskan pemprov. Tapi kita yakin, semuanya bisa dituntaskan Gubsu Edy Rahmayadi tahun ini,” tegasnya.
“Sumber PAD kita selain dari pajak, ada juga dari pemerintah pusat seperti DAK dan DAU. Sedangkan dari Pemrov Sumut ada BDB dan DBH. Estimasi besaran yang akan ditagih Pemko Medan sudah dimasukkan dalam mata anggaran APBD,” kata Politisi P Gerindra ini kepada wartawan, Senin (6/5/2019).
Sehingga kata Ikhwan, jika DBH tersebut batal dibayar Pemrov Sumut, maka pembangunan jadi terganggu. Kondisi itu pernah dialami oleh Pemko Medan, tapi tidak begitu fatal. Hanya pihak ketiga (rekanan) yang terlambat menerima bayaran hasil pekerjaan proyek dari pemko. Tapi DBH itu tidak hilang, meski belum dibayarkan tetap menjadi piutang pemko.
Selama ini, lanjut Ikhwan, dana DBH digunakan pemko untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan drainase. Maka ketika pembayaran DBH tidak lancar yang terganggu adalah pihak rekanan. “Tapi itu masa lalu, karena Gubsu Edy Rahmayadi berjanji akan melunasi hutang DBH kepada daerah. Makanya APBD Pemrovsu sekarang kebanyakan habis membayar hutang,” terangnya.
Dia mengakui, jika ada permasalahan DBH, pemko tidak pernah berkordinasi dengan dewan. Karena pemko merasa mampu melakukan lobi-lobi ke pemprov tanpa melibatkan dewan. Tapi itu terserah pemko, karena masih mampu menagih meski akhirnya Pemrov Sumut hanya membayarnya secara menyicil.
Padahal menurut Ikhwan, jika melibatkan dewan pasti persoalannya tidak serumit yang terjadi selama ini. Karena pendekatan secara politik akan lebih baik.
“Tidak seperti selama ini, di tahun berjalan Pemprov Sumut membayar DBH tahun berjalan dengan menyicil. Padahal cicilan tagihan dua tahun sebelumnya belum dilunaskan pemprov. Tapi kita yakin, semuanya bisa dituntaskan Gubsu Edy Rahmayadi tahun ini,” tegasnya.