Anggota Fraksi Hanura DPRD Kota Medan, Jangga Siregar, meminta Pemko Medan benar-benar serius dalam melaksanakan Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh, mengingat Kota Medan sebagai Kota Metropolitan dan ibukota provinsi Sumatera Utara, memilik daya tarik bagi penduduk sekitarnya untuk bermukim di Kota Medan.
“Peningkatan kepadatan penduduk itu tentunya berpotensi terhadap peningkatan perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Medan,” kata Jangga Siregar kepada wartawan di Medan, Selasa (22/1/2019).
Saat ini, sebut Jangga, di Kota Medan banyak terdapat pemukiman kumuh sesuai dengan kriteria dan tipologi perumahan dan pemukiman kumuh.
Seperti, banyaknya bangunan tidak teratur sesuai dengan rencana Detail Tata Ruang (RDTR), tingkat kepadatan bangunan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, kualitas bangunan tidak sesuai pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Medan.
Namun, kata Jangga, Pemko Medan tidak menjalankan Perda tersebut dengan sungguh-sungguh, diantaranya Perda No. 13 tahun 2011 tentang RTRW 2011-2031, Perda No. 1 tahun 2015 tentang Bangunan dan Perda No. 5 tahun 2015 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
“Bahkan, dari Perda-Perda itu ditemui belum ada diterbitkan Perwal-nya. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan Pemko Medan untuk pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan pemukiman kumuh,” ungkap Jangga.
Saat ini, sebut Jangga, perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Medan terus mengalami peningkatan. Hal ini, katanya, dapat dilihat semakin banyaknya rumah-rumah kumuh di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan bangunan liar yang mengganggu kepentingan umum, kepadatan bangunan yang tidak sesuai dengan standard tekhnis, terjadinya banjir di jalan dan kawasan pemukiman akibat kualitas drainase yang buruk, kondisi jalan lingkungan yang rusak, tercemarnya lingkungan akibat limbah rumah tangga serta limbah industri yang tidak memiliki Amdal.
Persoalan pemukiman kumuh, sambung Jangga, merupakan masalah yang serius, karena dikhawatirkan akan menyumbang kantong-kantong kemiskinan yang menyebabkan lahirnya sejumlah persoalan sosial diluar kontrol atau kemampuan pemerintah dalam menangani dan mengawasinya.
Dampak yang timbul akibat pemukiman kumuh, tambah Jangga, diantaranya perilaku menyimpang, terbatasnya sarana air bersih, menurunnya kualitas air sungai serta terganggunya kesehatan. “Persoalan ini, merupakan salah satu masalah yang perlu diselesaikan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan,” ujarnya.
Hadirnya Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh ini nantinya, lanjut Jangga, akan menjadi payung hukum bagi Pemko Medan dalam rangka mengentaskan rumah kumuh dan pemukiman kumuh di Kota Medan.
“Pemukiman kumuh merupakan suatu kawasan yang seharusnya tidak dapat dihuni maupun ditinggli, karena dapat membahayakan kehidupan masyaralat yang tinggal dan bermukim di dalamnya, khususnya kesehatan. Kondisi tersebut menjadi bagian tanggungjawab dari pemerintah,” ungkapnya.
“Peningkatan kepadatan penduduk itu tentunya berpotensi terhadap peningkatan perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Medan,” kata Jangga Siregar kepada wartawan di Medan, Selasa (22/1/2019).
Saat ini, sebut Jangga, di Kota Medan banyak terdapat pemukiman kumuh sesuai dengan kriteria dan tipologi perumahan dan pemukiman kumuh.
Seperti, banyaknya bangunan tidak teratur sesuai dengan rencana Detail Tata Ruang (RDTR), tingkat kepadatan bangunan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, kualitas bangunan tidak sesuai pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Medan.
Namun, kata Jangga, Pemko Medan tidak menjalankan Perda tersebut dengan sungguh-sungguh, diantaranya Perda No. 13 tahun 2011 tentang RTRW 2011-2031, Perda No. 1 tahun 2015 tentang Bangunan dan Perda No. 5 tahun 2015 tentang Penanggulangan Kemiskinan.
“Bahkan, dari Perda-Perda itu ditemui belum ada diterbitkan Perwal-nya. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan Pemko Medan untuk pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan pemukiman kumuh,” ungkap Jangga.
Saat ini, sebut Jangga, perumahan dan pemukiman kumuh di Kota Medan terus mengalami peningkatan. Hal ini, katanya, dapat dilihat semakin banyaknya rumah-rumah kumuh di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan bangunan liar yang mengganggu kepentingan umum, kepadatan bangunan yang tidak sesuai dengan standard tekhnis, terjadinya banjir di jalan dan kawasan pemukiman akibat kualitas drainase yang buruk, kondisi jalan lingkungan yang rusak, tercemarnya lingkungan akibat limbah rumah tangga serta limbah industri yang tidak memiliki Amdal.
Persoalan pemukiman kumuh, sambung Jangga, merupakan masalah yang serius, karena dikhawatirkan akan menyumbang kantong-kantong kemiskinan yang menyebabkan lahirnya sejumlah persoalan sosial diluar kontrol atau kemampuan pemerintah dalam menangani dan mengawasinya.
Dampak yang timbul akibat pemukiman kumuh, tambah Jangga, diantaranya perilaku menyimpang, terbatasnya sarana air bersih, menurunnya kualitas air sungai serta terganggunya kesehatan. “Persoalan ini, merupakan salah satu masalah yang perlu diselesaikan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan,” ujarnya.
Hadirnya Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh ini nantinya, lanjut Jangga, akan menjadi payung hukum bagi Pemko Medan dalam rangka mengentaskan rumah kumuh dan pemukiman kumuh di Kota Medan.
“Pemukiman kumuh merupakan suatu kawasan yang seharusnya tidak dapat dihuni maupun ditinggli, karena dapat membahayakan kehidupan masyaralat yang tinggal dan bermukim di dalamnya, khususnya kesehatan. Kondisi tersebut menjadi bagian tanggungjawab dari pemerintah,” ungkapnya.