Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Medan, Surianto, mengatakan hampir seluruh perusahaan yang ada di Medan bagian utara Kota Medan saat ini belum mampu mengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), terutama perusahaan yang mengelola batubara.
“10 persen dari pengolahan batubara itu adalah limbah B3. Parahnya, banyak perusahaan yang ada tidak memiliki tempat pengolahan limbah B3,” kata Surianto pada Sosialisasi Perda No. 1 Tahun 2016 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan Jagung, Pasar IV, Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Senin (21/1/2019) malam.
Banyaknya perusahaan tidak memiliki tempat penampungan limbah B3, sebut anggota Komisi B ini, membuat banyak masyarakat yang memanfaatkan limbah B3 itu untuk menimbun tanah.
“Hingga kini tidak ada pelarangan dan sosialisasi yang dilakukan Pemko Medan tentang bahaya limbah tersebut. Ini sangat kita sayangkan,” sebutnya.
Pengolahan limbah B3, kata pria yang akrab disapa Butong ini, sudah merupakan kewajiban karena sudah jelas tertera dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Karenanya, Butong, meminta Pemko Medan melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan bersikap tegas dan konsisten dalam menyikapi limbah B3 sesuai peraturan yang ada.
“Berdasarkan fakta, Pemko Medan masih lemah melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dalam melakukan usaha dan atau kegiatan di Kota Medan. Buktinya, begitu banyak sekali perusahaan yang masih membuang limbah ke Sungai Deli dan Sungai Belawan,” sebutnya.
Termasuk juga kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, tambah Butong, kondisinya sudah tidak layak dan tidak mampu menampung sampah, sehingga Kota Medan mendapatkan nilai terendah dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pengelolaan TPA. Apalagi, Pemko Medan melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan sendiri mengatakan jika tidak dikelola secara sanitary landfill, maka TPA Terjun akan menjadi gunung sampah pada 2024. “Pemerintah Kota Medan segera membangun pengolahan limbah B3,” pintanya.
Dengan berbagai persoalan pencemaran limbah yang saat ini terjadi di Medan, lanjut Butong, juga menjadikan Medan menjadi salah satu kota yang tidak layak huni. “Dari 27 kota tak layak huni di Indonesia berdasarkan hasil kajian, Medan di urutan 26 sebagai kota tak layak huni, ” katanya.
Kareannya, sebut Butong, sebagai anggota DPRD Kota Medan dirinya berkewajiban untuk mensosialisasikan Perda Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). “Itulah sebabnya saya sosialisasikan Perda ini,” sebutnya dihadapan ratusan konstituen.
“10 persen dari pengolahan batubara itu adalah limbah B3. Parahnya, banyak perusahaan yang ada tidak memiliki tempat pengolahan limbah B3,” kata Surianto pada Sosialisasi Perda No. 1 Tahun 2016 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan Jagung, Pasar IV, Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Senin (21/1/2019) malam.
Banyaknya perusahaan tidak memiliki tempat penampungan limbah B3, sebut anggota Komisi B ini, membuat banyak masyarakat yang memanfaatkan limbah B3 itu untuk menimbun tanah.
“Hingga kini tidak ada pelarangan dan sosialisasi yang dilakukan Pemko Medan tentang bahaya limbah tersebut. Ini sangat kita sayangkan,” sebutnya.
Pengolahan limbah B3, kata pria yang akrab disapa Butong ini, sudah merupakan kewajiban karena sudah jelas tertera dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Karenanya, Butong, meminta Pemko Medan melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan bersikap tegas dan konsisten dalam menyikapi limbah B3 sesuai peraturan yang ada.
“Berdasarkan fakta, Pemko Medan masih lemah melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dalam melakukan usaha dan atau kegiatan di Kota Medan. Buktinya, begitu banyak sekali perusahaan yang masih membuang limbah ke Sungai Deli dan Sungai Belawan,” sebutnya.
Termasuk juga kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, tambah Butong, kondisinya sudah tidak layak dan tidak mampu menampung sampah, sehingga Kota Medan mendapatkan nilai terendah dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pengelolaan TPA. Apalagi, Pemko Medan melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan sendiri mengatakan jika tidak dikelola secara sanitary landfill, maka TPA Terjun akan menjadi gunung sampah pada 2024. “Pemerintah Kota Medan segera membangun pengolahan limbah B3,” pintanya.
Dengan berbagai persoalan pencemaran limbah yang saat ini terjadi di Medan, lanjut Butong, juga menjadikan Medan menjadi salah satu kota yang tidak layak huni. “Dari 27 kota tak layak huni di Indonesia berdasarkan hasil kajian, Medan di urutan 26 sebagai kota tak layak huni, ” katanya.
Kareannya, sebut Butong, sebagai anggota DPRD Kota Medan dirinya berkewajiban untuk mensosialisasikan Perda Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). “Itulah sebabnya saya sosialisasikan Perda ini,” sebutnya dihadapan ratusan konstituen.