Juru parkir (jukir) tanpa identitas ramai berkeliaran di sejumlah titik di Kota Medan. Di Jalan Timor, Jalan Veteran dan Jalan Jawa, jukirnya berpakaian preman, tanpa kartu pengenal dari Dishub dan karcis.
Tarif parkir yang mereka kenakan Rp 10.000 untuk mobil roda empat dab Rp 5000 sepeda motor. Warga yang parkir di kawasan tersebut umumnya hendak belanja di Center Point dan ke RS Murni Teguh. Banyak warga yang mengeluh dengan tarif tersebut, tapi pasrah karena fasilitas parkir di dua tempat itu sering penuh. Tempat lain adalah di kawasan pasar Rame Jalan Thamrin dan kawasan jalan Sutomo belakang hotel Mercure/Grand Angkasa.
Di kawasan tersebut tarif parkir mobil Rp 5000 dan sepeda motor Rp 3000. Padahal, berdasarkan Perda, tarif parkir tertinggi untuk roda empat Rp 3000. Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Medan Fraksi Demokrat Anton Panggabean SE MSi mengatakan, berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2014, ada dua jenis tipe parkir. Untuk tipe A tarif parkir roda dua Rp 2000, roda empat Rp 3000. Tipe B, roda dua Rp 1000 dan roda empat Rp 2000. Menurut dia, jika mengutip diluar Perda sudah bisa dikategorikan pungli, aparat penegak hukum sudah harus menindaknya.
Petugas parkir berdasarkan perda dilengkapi dengan pakaian seragam, tanda pengenal dan karcis. Jika salah satu kelengkapan itu tidak ada, masyarakat berhak tidak membayar parkir.
“Tapi banyak masyarakat tidak mau rebut lebih memilih mengalah. Namun Perda yang dibuat dengan menggunakan uang rakyat harus dikawal dan diawasi. Sudah banyak pengaduan tapi jumlah jukir liar makin bertambah,” kata Anton.
Menurut Wakil Ketua Fraksi P Demokrat ini, kebocoran PAD paling banyak terdapat di sector parkir. Pasalnya, lokasi parkir dan kenderaan makin banyak, tapi capaian PAD jauh di bawah target. Berkeliarannya jukir diduganya dibeking oknum tertentu dan menyetor ke oknum tersebut.
Lanjut Anton, belum lagi oknum-oknum pengawas parlkir yang menunggak , tapi pihak Dishub tidak berani menidak atau menyuruh bayar dengan paksa. Padahal jika target PAD tidak tercapai, program kerja wali kota yang dipertaruhkan. Niat Dzulmi Eldin sebagai wali kota tidak bisa diikuti oleh jajarannya.
“Karena pihak Dishub merasa nyaman melihat kondisi perparkiran yang semrawut dan target PAD yang tidak tercapai. Saya curiga, Kadis Perhubungan Medan Renwart Parapat sudah jenuh memimpin Dishub. Pasalnya, semasa Walikota Rahudman sampai sekarang dia masih jadi Kadishub. Sudah saatnya wali kota melakan penyegaran. Mungkin Renwart segan mengungkapkannya kepada walikota agar dia diganti,” terangnya.
Tarif parkir yang mereka kenakan Rp 10.000 untuk mobil roda empat dab Rp 5000 sepeda motor. Warga yang parkir di kawasan tersebut umumnya hendak belanja di Center Point dan ke RS Murni Teguh. Banyak warga yang mengeluh dengan tarif tersebut, tapi pasrah karena fasilitas parkir di dua tempat itu sering penuh. Tempat lain adalah di kawasan pasar Rame Jalan Thamrin dan kawasan jalan Sutomo belakang hotel Mercure/Grand Angkasa.
Di kawasan tersebut tarif parkir mobil Rp 5000 dan sepeda motor Rp 3000. Padahal, berdasarkan Perda, tarif parkir tertinggi untuk roda empat Rp 3000. Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Medan Fraksi Demokrat Anton Panggabean SE MSi mengatakan, berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2014, ada dua jenis tipe parkir. Untuk tipe A tarif parkir roda dua Rp 2000, roda empat Rp 3000. Tipe B, roda dua Rp 1000 dan roda empat Rp 2000. Menurut dia, jika mengutip diluar Perda sudah bisa dikategorikan pungli, aparat penegak hukum sudah harus menindaknya.
Petugas parkir berdasarkan perda dilengkapi dengan pakaian seragam, tanda pengenal dan karcis. Jika salah satu kelengkapan itu tidak ada, masyarakat berhak tidak membayar parkir.
“Tapi banyak masyarakat tidak mau rebut lebih memilih mengalah. Namun Perda yang dibuat dengan menggunakan uang rakyat harus dikawal dan diawasi. Sudah banyak pengaduan tapi jumlah jukir liar makin bertambah,” kata Anton.
Menurut Wakil Ketua Fraksi P Demokrat ini, kebocoran PAD paling banyak terdapat di sector parkir. Pasalnya, lokasi parkir dan kenderaan makin banyak, tapi capaian PAD jauh di bawah target. Berkeliarannya jukir diduganya dibeking oknum tertentu dan menyetor ke oknum tersebut.
Lanjut Anton, belum lagi oknum-oknum pengawas parlkir yang menunggak , tapi pihak Dishub tidak berani menidak atau menyuruh bayar dengan paksa. Padahal jika target PAD tidak tercapai, program kerja wali kota yang dipertaruhkan. Niat Dzulmi Eldin sebagai wali kota tidak bisa diikuti oleh jajarannya.
“Karena pihak Dishub merasa nyaman melihat kondisi perparkiran yang semrawut dan target PAD yang tidak tercapai. Saya curiga, Kadis Perhubungan Medan Renwart Parapat sudah jenuh memimpin Dishub. Pasalnya, semasa Walikota Rahudman sampai sekarang dia masih jadi Kadishub. Sudah saatnya wali kota melakan penyegaran. Mungkin Renwart segan mengungkapkannya kepada walikota agar dia diganti,” terangnya.