Medan, Manajemen PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM) Finance diminta dapat mematuhi anjuran yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sumatera Utara, terkait masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilaporkan mantan karyawannya, Eliakim Samosir, ke dinas tersebut dan DPRD Medan.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi B DPRD Medan, Rajuddin Sagala, menyikapi pernyataan perwakilan PT WOM yang menerangkan pihaknya masih menunggu langkah untuk mengadu ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pelapor Eliakim Samosir, perwakilan PT WOM Finance, BPJS Tenaga Kerja, dan perwakilan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, di ruang Komisi B DPRD Medan, Selasa (6/11).
“Perusahaan tidak usah menantang, nanti bisa kita surati. Kalau bisa dicari solusinya, kenapa bisa diperpanjang. Bagaimana kalau itu terjadi pada anak-anak kita? Kan sudah ada anjuran dari Disnaker, silahkan cari jalan tengah. Lalu buat perjanjiannya,” saran Rajuddin.
Pernyataan Rajuddin mengamini keterangan dari perwakilan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, M Br Sitanggang. Dimana, sesuai ketentuan Undang-Undang Tenaga Kerja, karyawan yang di PHK perusahaan dan telah mendapat Surat Peringatan, wajib mendapat uang pesangon sebesar 9 bulan gaji pokok.
“Sesuai UU No.13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, karyawan yang di PHK berhak mendapatkan uang pesangon 2 kali Kepmen. Namun, bila karyawan tersebut mendapat Surat Peringatan, maka haknya hanya 1 kali Kepmen, yaitu 9 bulan gaji pokok,” terang Sitanggang.
Mendengar pernyataan Rajuddin, perwakilan PT WOM Finance, Melki, mengaku saran tersebut akan disampaikan ke manajemen terlebih dahulu. Bila pihaknya sudah mendapat arahan dari pimpinan, Melki berjanji akan menghubungi Eliakim Samosir.
“Uang pesangon tersebut keputusan manajemen. Nanti saran pada rapat ini kita sampaikan pimpinan. Baru bisa kita hubungi Pak Eliakim, ketua,” ucap Melki.
Pada RDP tersebut, Eliakim menerangkan, dirinya mulai bekerja pada PT WOM Finance sejak tahun 2003. Dia diangkat menjadi karyawan tetap pada tahun 2008.
“Saya bekerja di PT WOM Finance, sejak 2003 dengan jabatan menangani tunggakan 3 bulan. Saya di-training hingga 2008 dan kemudian diangkat menjadi karyawan tetap. Untuk BPJS Ketenagakerjaan, saya baru didaftarkan pada tahun 2008 pula,” ungkapnya.
Lalu, pada April 2018, dirinya diangkat sebagai SPV Remob, yang menangani tunggakan 68 konsumen setiap bulannya. Konsumen tersebut umumnya menunggak hingga 4 bulan.
“Karena kondisi konsumen yang sangat berat dan tidak mencapai target. Karyawan juga dipaksa untuk bekerja pada hari Minggu tanpa diberikan uang lembur. Karena tidak melaksanakan aturan tersebut, saya kemudian diberikan SP1 hingga terus menerus di-PHK,” sebutnya.
Berdasarkan PHK dengan nomor surat 001/SK/HCM-BU7/PHK/VIII/2018, dirinya dinyatakan melangar peraturan perusahaan karena tidak mematuhi atasan tanpa alasan wajar. PHK tersebut mulai efektif sejak tanggal 6 Agustus 2018.
“Setelah dinyatakan di-PHK, saya hanya diberi uang pesangan sebesar Rp17 juta. Tentu ini tidak sebanding dengan kinerja saya yang sudah mengabdi selama belasan tahun di perusahaan ini. Sehingga saya memutuskan untuk mencari keadilan ke DPRD Medan,” ucapnya.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi B DPRD Medan, Rajuddin Sagala, menyikapi pernyataan perwakilan PT WOM yang menerangkan pihaknya masih menunggu langkah untuk mengadu ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pelapor Eliakim Samosir, perwakilan PT WOM Finance, BPJS Tenaga Kerja, dan perwakilan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, di ruang Komisi B DPRD Medan, Selasa (6/11).
“Perusahaan tidak usah menantang, nanti bisa kita surati. Kalau bisa dicari solusinya, kenapa bisa diperpanjang. Bagaimana kalau itu terjadi pada anak-anak kita? Kan sudah ada anjuran dari Disnaker, silahkan cari jalan tengah. Lalu buat perjanjiannya,” saran Rajuddin.
Pernyataan Rajuddin mengamini keterangan dari perwakilan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, M Br Sitanggang. Dimana, sesuai ketentuan Undang-Undang Tenaga Kerja, karyawan yang di PHK perusahaan dan telah mendapat Surat Peringatan, wajib mendapat uang pesangon sebesar 9 bulan gaji pokok.
“Sesuai UU No.13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, karyawan yang di PHK berhak mendapatkan uang pesangon 2 kali Kepmen. Namun, bila karyawan tersebut mendapat Surat Peringatan, maka haknya hanya 1 kali Kepmen, yaitu 9 bulan gaji pokok,” terang Sitanggang.
Mendengar pernyataan Rajuddin, perwakilan PT WOM Finance, Melki, mengaku saran tersebut akan disampaikan ke manajemen terlebih dahulu. Bila pihaknya sudah mendapat arahan dari pimpinan, Melki berjanji akan menghubungi Eliakim Samosir.
“Uang pesangon tersebut keputusan manajemen. Nanti saran pada rapat ini kita sampaikan pimpinan. Baru bisa kita hubungi Pak Eliakim, ketua,” ucap Melki.
Pada RDP tersebut, Eliakim menerangkan, dirinya mulai bekerja pada PT WOM Finance sejak tahun 2003. Dia diangkat menjadi karyawan tetap pada tahun 2008.
“Saya bekerja di PT WOM Finance, sejak 2003 dengan jabatan menangani tunggakan 3 bulan. Saya di-training hingga 2008 dan kemudian diangkat menjadi karyawan tetap. Untuk BPJS Ketenagakerjaan, saya baru didaftarkan pada tahun 2008 pula,” ungkapnya.
Lalu, pada April 2018, dirinya diangkat sebagai SPV Remob, yang menangani tunggakan 68 konsumen setiap bulannya. Konsumen tersebut umumnya menunggak hingga 4 bulan.
“Karena kondisi konsumen yang sangat berat dan tidak mencapai target. Karyawan juga dipaksa untuk bekerja pada hari Minggu tanpa diberikan uang lembur. Karena tidak melaksanakan aturan tersebut, saya kemudian diberikan SP1 hingga terus menerus di-PHK,” sebutnya.
Berdasarkan PHK dengan nomor surat 001/SK/HCM-BU7/PHK/VIII/2018, dirinya dinyatakan melangar peraturan perusahaan karena tidak mematuhi atasan tanpa alasan wajar. PHK tersebut mulai efektif sejak tanggal 6 Agustus 2018.
“Setelah dinyatakan di-PHK, saya hanya diberi uang pesangan sebesar Rp17 juta. Tentu ini tidak sebanding dengan kinerja saya yang sudah mengabdi selama belasan tahun di perusahaan ini. Sehingga saya memutuskan untuk mencari keadilan ke DPRD Medan,” ucapnya.