Medan,Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan melalui Komisi B DPRD Kota Medan, Kamis (6/9/2018) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Ikatan Guru Honor (IGH) Kota Medan terkait adanya dugaan kutipan terhadap guru honorer se-Kota Medan. RDP tersebut tidak dihadiri pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan.
Ketua Komisi B DPRD Kota Medan, Rajudin Sagala, sangat menyayangkan ketidakhadiran pihak Disdik tanpa ada pemberitahuan. “Harusnya mereka (Disdik Medan, red) hadir supaya benar-benar terang masalah ini dan dicari titik temu,” kata Rajudin.
Rajudin mengaku, memiliki bukti-bukti dugaan pengutipan terhadap guru honorer di Medan berdasarkan laporan dari guru yang menjadi korban dan merasa resah.
“Pengakuan dari guru yang melapor, kalau tidak masuk dalam IGH maka SK (Surat Keputusan) Walikota Medan tidak keluar. Selain itu, bila tidak membayar iuran, tidak bisa menerima insentif. Hal ini jelas bentuk intimidasi terhadap para guru honor,” sebutnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap, keberadaan suatu organisasi seharusnya menjadi wadah untuk memperjuangkan hak-hak yang belum terpenuhi. Bukan sebaliknya, malah memberatkan atau bahkan mempersulit.
“Keberadaan IGH ini benar-benar mendorong untuk menyerap aspirasi para guru honor. Makanya, dilakukan pertemuan dan hasilnya sudah terang benderang bahwasanya dugaan kutipan tersebut belum terbukti. Oleh karenanya, kita mendukung keberadaan IGH dan jangan sampai disalahgunakan atau dimanfaatkan oknum-oknum tertentu lantaran saat ini memasuki tahun politik,” tukasnya.
Anggota Komisi B, Jumadi, mengatakan organisasi didirikan untuk memperjuangkan hak dan manfaat bersama. “Harus dimanfaatkan secara benar organisasi ini dan satu hal jangan sampai disalahgunakan untuk kepentingan politik. Jangan sampai menjadi ajang pihak-pihak tertentu, sebab jumlah anggotanya cukup banyak,” tutur Jumadi.
Sementara Ketua IGH Kota Medan, Rifan Almuhar, mengatakan informasi tudingan adanya pengutipan terhadap guru honor tidak benar. Apa yang dituduhkan sangat membawa citra negatif terhadap organisasi yang baru beberapa bulan berdiri ini.
“Tidak ada pernah kami memaksa guru honor untuk bergabung dalam organisasi ini. Selain itu, kami juga tidak pernah ada menyatakan jika tidak bergabung maka SK tidak bisa keluarkan,” katanya.
Rifan mengaku, uang pendaftaran dan iuran organisasi sudah disepakati oleh para guru yang ingin bergabung dan tidak dipaksakan. “Organisasi murni lahir atas aspirasi para guru honor. Uang pendaftaran dan iuran sampai saat ini masih ada tersimpan dan tidak ada digunakan sedikitpun. Makanya, kami sangat menyayangkan isu-isu miring terhadap keberadaan IGH yang baru seumur jagung,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya tidak pernah memasakan guru honor untuk membayar uang jika ingin mendapatkan SK baik yang bergabung maupun tidak. SK tersebut gratis kepada guru honor. “Makanya kita bentuk organisasi untuk memperjuangkan hak-hak kami demi mencapai kesejahteraan,” tandasnya.(*)