Medan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi C DPRD Medan, Senin (14/5/2018), berlangsung “panas” dan nyaris ricuh antar dua kelompok pedagang Pasar Pringgan.
Untuk menghindari terjadinya gesekan antar kedua kelompok pedagang, Ketua Komisi C, Hendra DS, akhirnya memisahkan pertemuan kedua pedagang dengan menggelar dua kali RDP.
Hendra DS saat membuka RDP mengatakan pihaknya mendapatkan ada dua gelombang pengunjukrasa dari Pasar Pringgan, yaitu pedagang yang tidak bersedia dikelola swasta dan minta dikelola swasta.
Komisi C pernah melaksanakan RDP dengan PD Pasar, dan saat itu Dirut PD Pasar menyatakan akan mengakomodir pedagang di Jalan DI Panjaitan dan pedagang yang berjualan di dalam pasar.
Untuk itu Hendra itu meminta kepada Sekda Kota Medan Syaiful Bahri yang juga merupakan Ketua Badan Pengawasan BUMD Kota Medan agar memberi penjelasan terkait alasan Pemko Medan memberikan hak pengelolaan kepada pihak ketiga (swasta-red) dan bagaimana sosialisasinya terhadap pedagang.
Menjawab itu, Sekda menyebutkan pihaknya melihat perlunya ada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga dengan pertimbangan itulah maka pihak ketiga yaitu PT Parbens diberikan hak pengelolaan terhadap Pasar Pringgan.
Belum sempat meneruskan penjelasannya, Sekretaris Komisi C, Boydo HK Panjaitan, menginterupsi dan menyebutkan Pemko Medan harus membatalkan kerjasama dengan PT Parbens karena sudah melanggar aturan dan perda.
“Saya selaku mantan Ketua Komisi C tahun lalu merasa terhina dengan permasalahan Pasar Pringgan ini, karena saya ikut memperjuangkan dan merekomendasikan pihak ketiga selaku pengelola saat itu ditarik dari pasar ini. Namun kini seenaknya saja Pemko Medan menyerahkannya kembali ke pihak ketiga. Dan itu sudah melanggar perda,” ujarnya dengan nada tinggi.
“Saya berang dan merasa terhina. Seenaknya saja Pemko Medan menyerahkannya ke pihak ketiga pengelolaan pasar. Itu sudah melanggar perda. Ada mekanisme yang dilanggar. Kalau bisa diberikan ke pihak ketiga, besok saya juga akan minta agar pasar lain saya yang kelola,” tegas Boydo lagi.
Ia menambahkan, kalau mau diserahkan ke pihak ketiga dengan alasan menaikkan PAD, pihaknya mengajak anggota DPRD dan Pemko bersama-sama membuat mebentuk pansus (panitia khusus) untuk merubah perda agar Pemko tidak disalahkan dalam hal ini.
“Saya punya hak untuk berbicara sebagai anggota legislatif. Saya bebas bicara. Yang tak boleh merampok,” ujarnya masih dengan nada tinggi, seraya meminta anggota dewan lainnya untuk meluruskan pelanggaran mekanisme penetapan pengelolaan pasar kepada pihak ketiga yang ditandatangani Sekda Medan.
Sekda Kota Medan Syaiful Bahri, kemudian memerintahkan Bagian Hukum Pemko Medan untuk mencatat dan memeriksa kebenaran ucapan politisi PDI Perjuangan itu terkait pelanggaran perda.
Sementara para pedagang yang hadir meminta kepada Sekda dan DPRD Medan agar pengelolaan Pasar Pringgan tidak diserahkan ke PT Parbens dan tetap dikelola PD Pasar.
Lakukan Kajian
Usai rapat itu, Sekda Medan Syaiful Bahri saat dikonfirmasi wartawan menyebut pihaknya akan melakukan kajian terhadap pengelolaan Pasar Pringgan. Kalau memang ada yang salah, bisa saja dibatalkan, karena dalam SK ada tercantum, kalau ada kesalahan bisa diperbaiki.
“Beri kami seminggu untuk mengkaji ulang. Bagian Hukum akan melakukan kajiannya lebih mendalam,” katanya seraya menyebut, Pemko Medan tidak lepas tangan begitu saja mengenai konflik yang terjadi antar pedagang terkait kebijakan Pasar Pringgan.
“Gak ada kepentinganku di sini (Pasar Pringgan, red). Memang aku yang tandatangan kerjasamanya. Itu sudah sesuai ketentuan,” ujarnya mengakhiri.