Medan, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daera (DPRD) Kota Meda, Drs.Herri Zulkarnain, SH.,M.Si meminta kepada pemilik pabrik pencetak plastik yakni CV.Garuda Cipta Platindo (CV.GCP) yang berdomisili di Jalan Nilam Kelurahan Sei Rengas Permata , Kecamatan Medan Area untuk mengikuti aturan yang sudah di tentukan oleh Pemerintah Kota Medan mengenai izin usaha yang berlaku. Sebab, dirinya mendengar kembali, jika, Pemilik CV.GCP tersebut sekali lagi ingin mengurus izin usaha perusahaannya yang salama ini telah di tolak oleh wargadi lingkungan Jalan Nilam. “ Saya meminta kepada pemilik CV.GCP agar jangan keras kepala dan tetap mengoperasikan usahanya yang sudah jelas menyalahi aturan tersebut. Saya mengetahui, jika permasalahan penolakan warga Jalan Nilam terkait keberadaan pabrik pencetakan plastik sudah di bawa pada rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi C, yang saat itu langsung di pimpin oleh Ketua Komisi C DPRD Kota Medan, Hendra DS dan teman-teman anggota komisi C lainnya,” ungkap Plt.Partai Demokrat Provinsi Sumatera Utara ini, Senin,(21/5) di gedung DPRD kota Medan.
Herri juga menjelaskan, bahwa pada rapat yang dihadiri oleh Camat Medan Area, Lurah Sei Rengas Peramata, Kepling dan warga Jalan Nilam, tidak di hadiri oleh pemilik pabrik, dan diketahui bahwa Ketua komisi C saat rapat merekomendasikan agar perusahaan atau CV.GCP di tutup dan izin usahanya tidak lagi dapat di perpanjang.
“ Kita juga mendapatkan informasi dari warga, bahwa izin yang dimiliki oleh CV.GCP selama ini, diduga dapat keluar karena adanya ulah oknum tertentu yang merekayasa tanda tangan warga sekitar saat itu, namun itu sudah selesai, karena izinnya saat ini sudah habis. Saya minta kepada Camat Medan Area, Lurah Sei Rengas Permata, Saftina dan kepling untuk tidak main-main dalam masalah ini, tegakkan aturan yang telah ada, jangan karena faktor kedekatan, warga menjadi korban,” tegas pengurus DPP Partai Demokrat ini lagi.
Selain itu, kata Herri Zulkarnain lagi, pada Permendagri sudah di sebutkan, berdasarkan salah satu syarat suatu tempat usaha untuk melaksanakan kegiatan usahanya adalah mendapatkan surat izin gangguan. Surat izin gangguan (“Izin HO”) adalah surat keterangan yang menyatakan tidak adanya keberatan dan gangguan atas lokasi usaha yang dijalankan oleh suatu kegiatan usaha di suatu tempat. Di dalam Pasal 19 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah (“Permendagri 27/2009”)dijelaskan bahwa selama waktu penyelenggaraan Izin HO, masyarakat berhak mendapatkan akses partisipasi yang meliputi pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran perizinan dan/atau kerugian akibat kegiatan dan/atau usaha. Selanjutnya, dalam Pasal 19 ayat (5) Permendagri 27/2009 dijelaskan bahwa pengaduan hanya diterima jika berdasarkan pada fakta atas ada atau tidaknya gangguan yang ditimbulkan kegiatan usaha.
“ Untuk itu, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Atap untuk tidak mengeluarkan izin usaha perusahaan tersebut, jika masih tetap beroperasi di Jalan Nilam yang jelas-jelas merupakan pemukiman penduduk, ada tempat untuk usaha industry yang memakai mesin berat atau besar yakni di Kawasan KIM,” kata Herri.
Herri juga menambahkan jika pemilik usaha tetap membandal dan meneruskan usahannya di daerah dekat pemukiman maka berdasarkan Pasal 150 ayat (2) UU Perumahan, sanksi yang dapat dikenakan terhadap pemilik tempat usaha yang mengganggu kenyamanan lingkungan hunian dengan kegiatan usahanya yaitu sanksi administratif yang dapat berupa: Peringatan tertulis, Pembatasan kegiatan pembangunan, Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan, Penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan, Penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel), Kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu, Pembatasan kegiatan usaha, Pembekuan izin mendirikan bangunan, Pencabutan izin mendirikan bangunan, Pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah, Perintah pembongkaran bangunan rumah, Pembekuan izin usaha, Pencabutan izin usaha, Pengawasan, Pembatalan izin, Kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu, Pencabutan insentif, Pengenaan denda administrative, Penutupan lokasi.
“ Tolong disikapi maupun Camat, Lurah, maupun Walikota Medan dan SKPD yang membidanginya, jangan sampai ini nanti menjadi masalah besar, harusnya Camat dan Lurah sudah memutuskan, sudah tidak lagi memberikan tempat itu menjadi usaha industri,” pungkas Herri Zulkarnain Hutajulu tersebut.