Rakyat miskin, kelompok petani dan nelayan dikesampingkan. Bahkan mereka patut marah. Subsidi BBM sebesar Rp 300.- triliun dari APBN dinikmati orang kaya pemilik mobil di negeri ini.
Pemerintah dinilai tidak adil. Subsidi BBM jelas tidak tepat sasaran. Sementara empat Gubernur di Kalimantan meminta tambahan quota BBM bersubsidi. Justru dinilai wajar. Sebab Kalimantan banyak dialiri sungai.
Bahkan sebagai sarana perhubungan vital bagi rakyat setempat. Mayoritas rakyat kecil menggunakan kenderaan air. Dalam konteks ini pemerintah patut memprioritaskan Provinsi Kalimantan untuk mendapat tambahan quota BBM bersubsidi.
Penyaluran BBM bersubsidi jelas tidak tepat sasaran. Mobil pribadi plat hitam mendominasi Stasiun SPBU membeli BBM bersubsidi. Sementara mobil angkot terlihat terdesak oleh mobil plat hitam. Justru rata rata milik orang kaya.
Dalam kaitan ini pemerintah sepatutnya melakukan evaluasi penyaluran BBM bersubsidi. Justru memprioritaskan BBM bersubsidi kepada kelompok petani dan nelayan kecil. BBM bersubsidi sangat tepat diproyeksikan kepada usaha transportasi sungai di pedalaman Kalimantan, Papua , Sulawesi, Riau dan Sumatra Selatan.
Namun BBM bersubsidi di daerah perkotaan sepatutnya dihapus saja. Dana sebesar Rp 300 triliun untuk BBM bersubsidi dialihkan saja kepada pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, pengadaan pupuk bersubsidi kepada petani serta pembangunan sarana pendidikan bagi anak negeri.
Justru lebih tepat sasaran. Sebab penyaluran BBM bersubsidi merupakan kebijakan tidak bijak dari pemerintah. Orang kaya semakin kaya. Tapi yang miskin semakin terpuruk. Inilah kebijakan pemimpin di negeri tercinta. Tapi tidak cinta kepada rakyat miskin. Kecuali mencintai korupsi, keluarga serta kroni kroninya.( arsyad nawi).